Rabu, 28 Desember 2011

DESAIN 10: REVISI PEMBELAJARAN


Setelah  dievaluasi oleh ahli, dan dilakukan uji coba maka dalam setiap langkah evaluasi dan uji coba dilakukan revisi jika dibutuhkan. Revisi tersebut antara lain meliputi keterampilan dasar, perumusan tujuan khusus, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan materi pembelajaran. Revisi secara total terhadap sebuah desain jarang

DESAIN 9: MERANCANG EVALUASI FORMATIF


Pada langkah ini yaitu merancang evaluasi formatif penjelasannya akan digabung dengan evaluasi sumatif. Pada prinsipnya kedua evaluasi ini memiliki kesamaan hanya saja formatif dilakukan pada pertengahan semester atau telah menyelesaikan beberapa keterampilan sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir semester.

DESAIN 8: MENGEMBANGKAN MATERI PEMBELAJARAN


Materi pembelajaran adalah materi-materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam belajar. Materi pembelajaran tersebut dapat berbentuk buku, LKS, modul, CD, maupun bentuk lain yang dapat diakses siswa sehingga mereka belajar. Jika materi pembelajaran belum tersedia, maka guru wajib melakukan pengembangan.

DESAIN 7: MENGEMBANGKAN STRATEGI PEMBELAJARAN


Secara sederhana strategi pembelajaran merupakan  cara yang digunakan seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya dalam rangka menguasai sebuah keterampilan. Strategi merupakan cara yang masih konseptual sehingga perlu dipecah kembali pembahasannya ke dalam sebuah pendekatan, model, dan metode atau teknik pembelajaran.

DESAIN 6: MENGEMBANGKAN TES ACUAN KRITERIA


Tes pada sebuah pembelajaran apapun jenis dan namanya, digunakan guru untuk mengetahui sudahkah sebuah sub keterampilan atau keterampilan dikuasai oleh peserta didik. Adapun tes yang digunakan oleh seorang guru untuk mengetahui sejauh mana sebuah keterampilan dikuasai oleh peserta didik terdiri dari

Selasa, 27 Desember 2011

DESAIN 5: MERUMUSKAN TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN


Kalau langkah yang ini sudah biasa dilakukan oleh semua guru dan ini bukan merupakan hal yang sulit. Tujuan khusus pembelajaran dirumuskan setelah dilakukan analisis keterampilan bawahan. Tujuan khusus pembelajaran dirumuskan melalui formula

DESAIN 4: MENGIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN AWAL


Nah jika selama ini seorang guru hanya berkutat di sekolah formal yaitu berhadapan dengan siswa SMK misalnya, maka sudah sering dihadapi baik karakteristik maupun kemampuan awalnya. Terus bagaimana jika yang kita hadapi adalah ibu-ibu anggota PKK yang

DESAIN 3: MENYUSUN ANALISIS PEMBELAJARAN


Nah bagi guru yang belum pernah menyusun prosedur desain pembelajaran sebelumnya, pasti akan bertemu makhluk aneh ini yaitu analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dilakukan dengan tujuan

DESAIN 2: MENGIDENTIFIKASI TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN


Bagi seorang guru mengidentifikasi dan merumuskan tujuan umum pembelajaran sudah menjadi rutinitas dan hal yang biasa, sehingga bukan barang aneh. Untuk membuat hal ini menjadi aneh, cobalah membuat

DESAIN PEMBELAJARAN (1): PENGANTAR DAN KOMPONEN

Mendengar kata desain pembelajaran, apa yang ada dalam benak pembaca terutama seorang guru? Pasti menyamakan desain pembelajaran dengan RPP. Mengapa? Karena itu sudah menjadi salah satu tugas guru yaitu membuat perencanaan pembelajaran atau RPP, padahal

Senin, 26 Desember 2011

MENJADI PRIBADI YANG IDEAL

Sering kita mendengar pertanyaan “eh kenapa sih, kok si Banu pendiam banget ya?” atau “kok si Beno itu disiplin banget buat PR?, atau “si Nadin suka banget ngabis-ngabisin waktu hanya untuk nangis di depan sinetron?”. Bahkan kalau diperhatikan lebih lanjut, teman-teman sebangku, teman sekelas, teman sekolah, atau teman bermain di luar kelas memiliki sifat,

KECERDASAN MAJEMUK

Jika diamati di antara teman sekelas atau teman sekolah pasti akan kalian temukan fakta antara lain: Nurwan dan Hendri atau teman yang lain sangat pintar  mengerjakan soal-soal matematika, fisika, atau kimia; Sukirman dan Ramadhan atau teman yang lain sangat pintar menggocek bola kaki

Minggu, 25 Desember 2011

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

a.       Orientasi Model
Kooperatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:459) berarti bersifat kerja sama. Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang terdiri dari  beberapa siswa yang bekerja sama saling membantu dalam belajar (Sherman dalam Santrock, 2008:397). Hal ini sejalan dengan pemikiran Slavin (2009:8) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang terdiri dari 4 orang dalam kelompok untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Dari dua pengertian tersebut

MODEL PEMBELAJARAN PRESENTASI DAN EKSPLANASI

A. Pengantar
Model Presentasi merupakan adaptasi dari model Advance Organizer  yang mengharuskan guru untuk mempersiapkannya sebelum  mempresentasikan informasi baru dan secara khusus  memperkuat dan memperluas  pemikiran siswa selama dan setelah presentasi. Pendekatan ini banyak dipilih oleh guru karena cocok dengan

MODEL PEMBELAJARAN PENGUASAAN KONSEP

A. Pengantar
Menyampaikan pelajaran dalam bentuk informasi dikelas merupakan hal penting tetapi mengajarkan siswa cara memikirkan informasi jauh lebih penting. Concept teaching (pembelajaran konsep)  dapat membantu siswa memperoleh dan mengembangkan konsep  dasar yang dibutuhkan

MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION

A. Pengantar
        Pengajaran  langsung  dirancang untuk meningkatkan penguasaan berbagai keterampilan (pengetahuan prosedural) dan pengetahuan faktual yang dapat diajarkan langkah demi langkah. Pengajaran langsung  merupakan sebuah model yang berpusat pada guru 

MODEL PEMBELAJARAN YURISPRUDENSIAL

I.        PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama dan budaya menuntut setiap anggota masyarakat untuk hidup berdampingan dan saling menghargai keberbedaan baik dalam masalah yang berhubungan dengan intelektual maupun emosional. Perbedaan pandangan dalam anggota masyarakat

Sabtu, 24 Desember 2011

PRINSIP PENGULANGAN DALAM PEMBELAJARAN

Menurut teori Psikologi daya, belajar adalah melatih berbagai kemampuan yang dimiliki olah manusia antara lain mengamati,  menganggapi, mengingat, menghayal, merasakan, dan berpikir. Dengan melakukan latihan-latihan yang bersifat mengulang, berbagai kemampuan yang dimiliki manusia tersebut akan berkembang. Latihan pengulangan juga dikemukakan oleh Thorndike  yang menyatakan pembentukan pengalaman karena

PRINSIP PARTISIPASI AKTIF DALAM PEMBELAJARAN

Pembelajaran adalah kegiatan guru untuk mengorganisasikan  lingkungan belajar menggunakan berbagai metode dan media yang sesuai untuk menumbuhkan minat belajar dalam rangka membelajarkan siswa. Dari pengertian ini proses belajar mengajar di kelas tidak berorientasi pada guru aktif tapi cenderung pada siswa aktif, dan siswa bukan sebagai objek

PRINSIP PERSEPSI DALAM PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran pada prinsipnya dalah penyampaian  pesan pembelajaran dari guru sebagai komunikator melalui media kepada siswa sebagai penerima pesan atau komunikan. Penyampaian pesan tersebut dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari berbagai gangguan atau  noise sehingga pesan tidak utuh atau diterima oleh siswa

KAWASAN PENGEMBANGAN DALAM TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


            Teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar dengan berlandaskan pada serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan. Teknologi pembelajaran  diperlukan untuk menjangkau warga yang ingin belajar dimanapun berada, melayani warga yang ingin belajar namun belum memperolah kesempatan belajar, memenuhi kebutuhan belajar, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam belajar (Miarso, 2004: 193-194). Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa melalui teknologi pembelajaran, jarak dan waktu bagi siapa saja yang ingin belajar bukan merupakan masalah, sehingga seseorang belajar kapan saja, di mana saja, berinteraksi dengan apa dan siapa saja.
            Teknologi pembelajaran tumbuh dan berkembang dari praktik pendidikan dan gerakan komunikasi audiovisual. Teknologi pembelajaran merupakan gabungan dari tiga bidang yang saling mendukung yaitu media pendidikan, psikologi pembelajaran, dan pendekatan sistem. Tiga prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi pembelajaran yaitu pendekatan sistem, berorientasi pada siswa aktif, dan pemanfaatan berbagai sumber belajar.
Warsita (2008:20) menambahkan bahwa pemecahan masalah belajar dalam teknologi pembelajaran dilakukan melalui desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses dan sumber-sumber belajar. Hal ini berarti bahwa domain satu dengan yang lain saling berkaitan dalam memecahkan masalah pembelajaran. Namun untuk menggunakan satu atau lebih domain untuk memecahkan masalah, bergantung pada masalahnya kemudian dapat diselesaikan dengan domain yang dibutuhkan.
            Salah satu domain dalam teknologi pembelajaran yang sangat berperan dalam menjembatani ketiadaan maupun kekurangan berbagai sarana pendukung  dalam pembelajaran  adalah kawasan pengembangan. Pengembangan adalah salah satu  kawasan  (domain) dalam teknologi pembelajaran yang meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi seperti dalam definisi AECT tahun 1994 (Seels and Richey, 1994:9).
            Seels and Richey selanjutnya mendefinisikan pengembangan sebagai  berikut “development is the process of translating the design specifications in to physical form”. Dalam mewujudkan sebuah desain sebuah spesifikasi produk tentu harus melalui tahapan-tahapan yang diawali perancangan, produksi, validasi, dan uji coba produk hingga siap digunakan untuk sarana dalam pembelajaran. Kawasan pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer dan multimedia.
Untuk mengembangkan salah satu spesifikasi produk dalam pembelajaran tentu tidak asal membuat dan memproduksi melainkan didasarkan pada teori-teori belajar dan pembelajaran maupun teori-teori teknologi dan komunikasi.
Dalam metodologi pembelajaran, terdapat dua aspek yang dominan yaitu metode dan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam membelajarkan siswa. Media pembelajaran mempertinggi proses belajar siswa yang akhirnya dapat mempertinggi hasil belajar. Penggunaan media dalam pembelajaran bermanfaat untuk 1) pembelajaran lebih menarik sehingga menumbuhkan motivasi belajar, 2) bahan pembelajaran akan lebih bermakna sehingga dapat dipahami siswa, 3) metode pembelajaran bervariasi karena komunikasi tidak hanya secara verbal sehingga siswa tidak bosan, dan 4) siswa lebih aktif karena tidak hanya mendengar uraian guru, namun melakukan kegiatan lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstraskan, maupun mengerjakan aktivitas lain (Sudjana dan Rivai, 2009:2).
Dengan kata lain salah satu upaya agar pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien, seorang guru harus merancang dan mengembangkan media pembelajaran di dalam kelas. Namun begitu dalam memilih, menyiapkan menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran sangat bergantung  pada kemauan dan kemampuan guru, dikarenakan kemampuan dan pengetahuan guru tidak sama dengan guru yang lain.
Gunawan (2008:87) mengungkapkan bahwa idealnya siswa belajar menggunakan lima indera yaitu visual, auditori, kinestetik, olfactori dan gustatori (VAKOG). Tidak semua situasi dan kondisi pembelajaran di dalam kelas memungkinkan untuk menggunakan panca indera tersebut secara bersamaan, namun setidaknya tiga indera yang dominan bisa digunakan dalam pembelajaran yaitu visual, auditori,  dan kinestetik (VAK). Dari penjelasan tersebut, dapat dimaknai bahwa siswa butuh bantuan dalam memahami materi pembelajaran menggunakan media pembelajaran karena keterbatasan jarak, ruang, waktu untuk selalu bisa menghadirkan benda asli sebagai pembelajaran ke dalam kelas. Setidaktidaknya menggunakan media dalam pembelajaran, tiga indera dapat berfungsi secara bersamaan dalam pembelajaran. Dari pilihan berbagai media yang dijelaskan oleh banyak ahli pembelajaran,  media video (audiovisual) memungkinkan penggunaan tiga indera sekaligus yaitu pengelihatan, pendengaran, dan gerakan/sentuhan. Setelah siswa menyaksikan tayangan dari video, siswa dapat melakukan praktik sehingga ketiga indera tersebut saling mendukung dalam pembelajaran.
Teknologi audiovisual adalah cara memproduksi dan menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan peralatan  dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan gambar dan suara, misalnya video yang melibatkan beberapa indera dalam menerima pesan yaitu penglihatan dan pendengaran (Seels dan Richey, 2004:39). Sanaky (2009:103) menambahkan bahwa media pem-belajaran yang termasuk ke dalam media audiovisual adalah televisi, video, sound slide dan film.

MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN


AECT (Assosiation of education and communication technology) menyatakan bahwa media video termasuk kedalam teknologi audiovisual dalam kawasan pengembangan pembelajaran. Teknologi audiovisual merupakan salah satu komponen yang ada selain teknologi cetak, teknologi berbasis komputer dan multimedia (Warsita, 2008:26). Media video adalah media yang  menggambarkan suatu objek bergerak  yang digabungkan dengan  suara  (Arsyad, 2009:9), dapat diatur percepatan gerakannya (dipercepat atau diperambat). Hal ini memungkinkan  media video efektif bila digunakan untuk membelajarkan pengetahuan yang berhubungan dengan unsur  gerak (Warsita, 2008:30).
                 Isi pesan audiovisual pembelajaran dapat disimpan dalam berbagai bentuk misalnya CD (compact disc) maupun media lain sehingga memungkinkan untuk dioperasikan menggunakan video player, komputer, yang dilengkapi dengan electronic projektor  jika ingin ditayangkan di depan kelas atau bahkan melalui siaran televisi pendidikan. Menurut Arsyad (2009:51), penggunaan media video yang direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan televisi dapat dilakukan namun dituntun oleh seorang guru, isi pesan sesuai dengan tujuan, berurutan dan terpadu. Namun begitu media televisi memiliki kelemahan yaitu hanya mampu menyajikan informasi searah, sehingga pada saat film diputar dan terus berjalan sementara tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami pesan. Berbeda halnya jika seseorang menyampaian pesan pembelajaran dalam kelas menggunakan video player, pesan dapat dipercepat,  diperlambat atau diulang hingga siswa memahami isi pesan.
                Media video pada awalnya digunakan untuk menyampaikan hiburan dan bersifat komersial pada akhirnya dapat dimanfaatkan dan terintegrasi ke dalam sistem pembelajaran sebagai media video pembelajaran. Media video pembelajaran ini dirancang dan diproduksi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.

Karakteristik Media Video
                Confucius, seorang filsuf China lebih dari 2400 tahun yang lalu mengatakan bahwa “apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, dan apa yang saya lakukan saya paham”. Dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, kecepatan guru dalam berbicara tidak sama dengan kecepatan siswa dalam mendengar dan menangkap apa yang disampaikan oleh guru.  Hal ini didasarkan pada penelitian Mc Keachie pada 1986 yang menemukan kenyataan bahwa pada sepuluh menit pertama siswa masih bisa berkonsentrasi untuk mendengarkan ceramah guru, setelah itu siswa cenderung mulai bosan mendengar dan pikiran mereka tidak fokus pada pelajaran lagi (Silberman, 2009:1-3).
Dari pernyataan tersebut jika media dilibatkan dalam pembelajaran,  dan dilakukan praktik atau siswa terlibat langsung, maka siswa akan lebih menguasai pelajaran dan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Media yang memenuhi keriteria tersebut adalah media yang melibatkan indera penglihatan (berupa gambar) dan indera pendengaran (berupa suara) yaitu media audio video yang salah satunya dikenal dengan video pembelajaran.
Belawati (2003) menyebutkan bahwa karakteristik teknologi video mampu menyajikan gambar bergerak dan suara secara simultan sangat bermanfaat untuk pemahaman materi yang diajarkan. Berbagai hasil penelitian disebutkan jika seseorang menerima informasi melalui indera pendengaran dan indera pendengaran secara simultan dapat menghasilkan tingkat retensi 85% setelah tiga jam kemudian dan masih bertahan 65% setelah tiga hari kemudian. 
Kemampuan video dalam memvisualisasikan materi efektif untuk membantu seorang guru untuk menyampaikan materi yang bersifat dinamis, misalnya mendemonstrasikan materi pelajaran seperti gerakan motorik tertentu, ekspresi wajah, maupun lingkungan tertentu. Melalui teknologi video seorang guru dapat memfokuskan perhatian pada bagian-bagian tertentu yang diperagakan. 
Media audio visual atau sering disebut video mempunyai potensi tinggi dalam penyampaian pesan maupun kemampuannya dalam menarik minat dan perhatian peserta didik. Media video  telah terbukti memiliki kemampuan yang efektif (penguasaan materi lebih dari 70%) untuk menyampaikan informasi, hiburan dan pendidikan.  Dengan demikian, media video pembelajaran adalah salah satu satu media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pencapaian kompetensi atau tujuan pembelajaran (Warsita, 2008).
Media video pembelajaran merupakan produk teknologi manusia sehingga keberadaan media tersebut sebagaimana media pembelajaran lain memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai salah satu karakteristik. Kelebihan dan kekurangan video diuraikan oleh beberapa ahli disajikan sebagai berikut.

Kelebihan media video
American Hospital Association pada 1978 dalam Belawati (2003) mengungkapkan kelebihan media video antara lain
1.       Bermanfaat  untuk menggambarkan gerakan, keterkaitan dan memberikan pengaruh terhadap topik yang dibahas
2.       Dapat diputar ulang
3.       Dapat dimasukkan teknik lain seperti animasi
4.       Dapat dikombinasikan antara gambar diam dan gambar bergerak
5.       Proyektor standar dapat ditemukan dimana-mana
Arsyad (2009:49) menambahkan kelebihan lain media video antara lain
  1. Dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar siswa ketika mereka membaca, berdiskusi dan praktik. Film merupakan pengganti alam sekitar  dan mampu menggambarkan objek seperti aslinya.
  2. Selain mendorong motivasi siswa, juga dapat menanamkan sikap dan segi afektif yang lain misalnya tayangan video membuat siswa sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan.
  3. Dapat menyajikan peristiwa berbahaya yang tidak mungkin untuk disaksikan secara langsung seperti gunung meletus
  4. Dapat melayani siswa secara individu maupun kelompok.
  5. Dapat menyajikan gambaran sebuah proses yang lama menjadi lebih singkat seperti mekarnya sebuah bunga.

Kelemahan media video
Keterbatasan atau kelemahan video secara umum disampaikan oleh Anderson dalam Gafar (2009) antara lain:
  1. Peralatan video yang akan digunakan  harus sudah tersedia di kelas sebelumnya
  2. Penyusunan naskah skenario perlu waktu dan membutuhkan keahlian
  3. Biaya produksi media video sangat tinggi dan tidak banyak guru yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi video
  4. Membutuhkan layar atau proyektor yang memadai jika ingin digunakan untuk pembelajaran klasikal atau massal
  5. Perubahan yang pesat dalam teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan keterbatasan  sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.
Selain memerlukan biaya yang tinggi dalam pengadaannya, Sanaky (2009:106) menambahkan keterbatasan media video antara lain tidak dapat dioperasikan di sembarang tempat karena membutuhkan listrik, komunikasi searah sehingga sulit dilakukan umpan balik terhadap siswa, dan guru mudah tergoda memutar VCD yang bersifat hiburan sehingga akan mengganggu proses belajar.
Anderson menuliskan keterbatasan media video pembelajaran tersebut merupakan kelemahan dalam hal perangkat keras (hardware) dan sumber daya guru, dan bukan terletak pada sistem pembelajaran.  Peningkatan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran dengan media video pembelajaran merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh seorang guru dalam memfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan keterbatasan media video yang diungkapkan oleh Sanaky (2009:106) selain aspek hardware juga dilihat dari aspek pembelajaran. Namun keterbatasan tersebut bukan terletak dalam penyampaian isi pesan, melainkan faktor keterampilan dan disiplin guru yang menyebabkan proses belajar terganggu.

Unsur-unsur Media Video
Belawati (2003) menuliskan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam media video adalah gambar bergerak dan suara. Kedua unsur ini oleh penonton (siswa) disadari atau tidak telah membuat  mereka menikmati sajian yang terdiri dari informasi berbentuk gambar bergerak (movie image) dan suara (audio). Dalam tayangan video pembelajaran, unsur gambar merupakan unsur utama dan unsur suara sebagai pelengkap. Hal ini berarti bahwa gambar merupakan perhatian  utama indera penglihatan siswa, dan suara sebagai  penguat dan penjelas gambar yang sulit divisualisasikan. Susilana dan Riyana (2008:18) selanjutnya menyebutkan bahwa unsur gambar yang terdapat dalam tayangan video terdiri dari gambar diam, gambar bergerak, animasi dan teks, sedangkan unsur suara yang mendukung gambar bergerak dalam tayangan video terdiri dari narasi, dialog, sound effect, dan musik.
Kemampuan video dalam menyampaikan pesan mampu mempengaruhi pemirsanya. Materi atau pesan tersebut disampaikan kepada pemirsa tergantung dari siapa yang akan menyaksikan. Sehubungan dengan jenis pesan atau materi yang terdapat dalam tayangan video, Asnawir dalam Munadi (2008:119) mengklasifikasikan film menjadi 10 jenis yaitu film informasi, film kecakapan, film apresiasi, film dokumenter, film rekreasi, film episode, film sains, film berita, film industri dan film provokasi. Dilihat dari klasifikasi tersebut, media video Grafting  dapat digolongkan ke dalam film kecakapan dan film dokumentar karena didalamnya terdapat informasi untuk untuk melatih skill penontonnya dan merupakan tayangan yang sebenarnya.

MEDIA PEMBELAJARAN


Belajar merupakan proses aktif oleh siswa baik secara fisik maupun mental sehingga ada atau tidaknya orang lain (guru atau instruktur) belajar oleh siswa masih tetap bisa dilakukan. Belajar dapat dimana saja, kapan saja dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sebagai sumber belajar baik yang direncanakan maupun yang dimanfaatkan.
Belajar di dalam kelas menurut Arends (2006:13) bukanlah kegiatan yang pasif  dengan cara duduk tenang sambil mencatat dalam ruangan persegi, duduk pada bangku yang tetap, dan papan tulis dengan podium yang didesain untuk transmisi pengetahuan, namun merupakan suatu kondisi aktif siswa yang berdialog sehingga makna berkembang dan dikonstruksikan. Dilihat dari pernyataan tersebut, terdapat pemikiran bahwa di masa lalu ada pandangan tentang belajar yang hanya diperoleh melalui transfer, sehingga siswa bisa pasif yang dikenal dengan pembelajaran berpusat pada guru. Pernyataan Arends tersebut didukung oleh Suparlan (2009:40) yang menyatakan bahwa pembelajaran di Indonesia masih belum bergerak dari dominasi sebuah metode dalam pembelajaran yaitu ceramah dan tanya jawab yang cenderung monoton.
Konsentrasi siswa di dalam kelas sangat terbatas kurang lebih 10 menit pertama pada saat mendengar ceramah dari guru, karena kecepatan siswa dalam mendengar hanya setengah dari kecepatan guru dalam berbicara (Silberman, 2009:2). Siswa selama mendengar ceramah hanya memperhatikan guru yang berbicara dengan gerakan-gerakan tubuh yang sama sehingga perhatian siswa mudah hilang. Ditambah kenyataan guru dalam berceramah tanpa menggunakan media yang memadai seperti media yang melibatkan indera pendengaran maupun indera penglihatan. Dijelaskan oleh Suparlan (2009:4) bahwa ruang kelas sekolah merupakan ruang yang digunakan untuk mengajar kering dari metode dan media pembelajaran yang bermakna. Sebagian Guru hanya menggunakan papan tulis sebagai media belajar yang tidak bermakna sehingga paradigma lama tersebut dalam pembelajaran dikenal dengan chalk and talk atau kapur dan tutur.
Penggunaan media yang memanfaatkan indera pengelihatan dan indera pendengaran sangat membantu siswa dalam belajar, media audio dan visual dapat meningkatkan konsentrasi siswa dalam belajar dengan movie image yang dipadu dengan narasi dan musik latar yang sesuai dengan karakter materi pelajaran. Tayangan yang sesuai dengan lingkungan yang ditemui oleh siswa sehari-hari (kontekstual) akan semakin mempermudah siswa dalam mengikuti dan membangun pemahaman.
Seorang guru bisa saja menjelaskan konsep tanaman monokotil dan dikotil dengan cara bercerita atau ceramah, namun hasilnya akan berbeda kalau dalam penjelasan guru menggunakan benda asli yang memadai disertai dengan contoh dan penjelasan tentang ciri-cirinya. Namun tidak semua benda bisa dihadirkan ke dalam kelas karena ukuran, jarak, ruang, dan waktu yang membatasi sehingga media bisa menjadi alternatif dalam menghadirkan benda-benda tersebut seperti foto, gambar, slide, dan video.
Media menurut Kemp dalam Susilana dan Riyana (2008:2) berarti perantara pesan (channel) dalam komunikasi dari sumber pesan kepada satu atau kelompok orang sender ke receiver. Kemp memaparkan bahwa pembelajaran di dalam kelas merupakan proses komunikasi yaitu penyampaian pesan (materi) dari guru sebagai komunikator kepada siswa sebagai penerima pesan atau komunikan melalui media pembelajaran sebagai perantara. Sehingga media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara pesan berupa materi pembelajaran yang disampaikan dari guru sebagai pemberi pesan kepada siswa sebagai penerima pesan.
Briggs dalam Sadiman (2009:6) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar misalnya buku, film, kaset, dan film bingkai.  Hal senada tentang pengertian media disampaikan oleh AECT pada 1977 sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2009:3). Sedangkan National Education Association (NEA) mendefinisikan  media dalam lingkup pendidikan sebagai segala sesuatu benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca,  atau dibicarakan beserta instrumen yang didipergunakan untuk kegiatan pendidikan (Miarso, 2004:45). Menurut pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang berbentuk fisik yang dihadirkan maupun dimanipulasi ke dalam pembelajaran yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mengendalikan pembelajaran.
Media pembelajaran digunakan oleh guru untuk menghindari penyampaian materi pelajaran sepenuhnya secara verbal sehingga membosankan siswa, membantu guru dalam menjelaskan materi kepada siswa, dan mengatasi kekurangan sumber belajar dalam bentuk media (Sudjana dan Rivai, 2009:6). Miarso (2004:458) menuliskan bahwa
“Media dihadirkan dan digunakan dalam pembelajaran berguna untuk memberikan rangsangan yang bervariasi pada otak sehingga berfungsi optimal, mengatasi keterbatasan pengalaman oleh siswa, memungkinkan belajar melewati batas ruang dan waktu, memungkinkan interaksi siswa dengan lingkungan, menghasilkan keseragaman pengamatan, membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan merangsang minat siswa untuk belajar, memberikan pengalaman menyeluruh tentang sebuah objek, meningkatkan kemampuan membedakan dan menafsirka objek,  tindakan dan simbol baik yang dibuat manusia maupun yang ada di lingkungan sekitar siswa,  memberikan kesempatan siswa untuk belajar mandiri, meningkatkan  kesadaran  akan dunia sekitar dan meningkatkan kemampuan dalam ekspresi diri.

        Dalam menggunakan media dalam pembelajaran di antaranya tentu harus mempertimbangkan karakteristik materi dan karakteristik media. Anitah (2010:89) menjelaskan pertimbangan dalam memilih media antara lain tujuan pembelajaran, pebelajar, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, mutu teknis, dan kemampuan guru. Berkaitan dengan pernyataan tersebut bahwa ada implikasi dalam proses pembelajaran jika salah satu faktor pemilihan tersebut tidak terpenuhi. Untuk itu seorang guru harus benar-benar mempertimbangkan dalam memilih dan menentukan sebuah media yang akah digunakan dalam pembelajaran karena akan berimplikasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
        Menurut Munadi (2009) dan Asyhar (2010) secara umum media memiliki lima fungsi dalam pembelajaran yaitu sebagai sumber belajar, fungsi semantik, fungsi manipulatif, fiktatif, distributif, fungsi distributif, dan fungsi sosiokultural. Seorang pengembang memanfaatkan berbagai fungsi tersebut baik secara parsial maupun secara menyeluruh dalam sebuah media video untuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga media pembelajaran merupakan bahasa guru di dalam kelas.
        Media pembelajaran sebagai sumber belajar memiliki makna bahwa media dapat menggantikan fungsi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran baik ranah kognitif maupun ranah psikomotor. Penggunaan media video pembelajaran yang dirancang dapat digabungkan menggunakan pendekatan siswa aktif seperti diskusi dan presentasi sehingga peran guru dalam pembelajaran tidak lebih dari fasilitator di dalam kelas.
Fungsi semantik sebuah media pembelajaran memiliki makna bahwa simbol, gambar, foto, tabel, maupun grafik yang ditampilkan dalam menjelaskan sebuah topik pembelajaran yang abstrak menjadi konkret dalam pemahaman siswa. Materi pembelaran yang sulit pahami oleh siswa yang disampaikan secara verbalis, media pembelajaran merupakan media yang mampu menjembatani guru untuk membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Gambar memang tidak memiliki kata-kata, tapi gambar diketika ditayangkan dihadapan siswa memiliki ratusan bahkan ribuah kata yang memiliki banyak arti, sehingga materi abstrak akan lebih konkret dan bermakna menggunakan media.
Fungsi manipulatif, fiktatif, dan distributif media pembelajaran memiliki makna bahwa media mampu memanipulasi sebuah objek sesuai dengan kebutuhan di dalam pembelajaran. Fungsi manipulatif berkenaan dengan objek yang tidak bisa bisa dihadirkan karena waktu, ukuran, maupun jumlah objek yang tidak bisa dihadirkan ke dalam kelas. Media yang paling tepat untuk menjelaskan materi yang memiliki sifat-sifat tersebut adalah visual seperti gambar, foto, maupun media audiovisual.
Fungsi psikologis media pembelajaran terdiri dari fungsi atensi, afektif, kognitif, imajinatif, dan motivasi. Fungsi psikologis dimanfaatkan oleh seorang guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi. Fungsi psikologis sebuah media digunakan untuk menarik dan meningkatkan perhatian siswa, menggali emosi-emosi siswa, menghadirkan objek-objek sehingga siswa menerima simbol-simbol representatif sehingga siswa memberikan respon secara kognitif, merangsang imajinasi siswa, dan membangikitkan motivasi siswa dalam belajar. Sedangkan fungsi sosiokultural sebuah media pembelajaran memiliki makna bahwa media memiliki kemampuan untuk menyamakan persepesi dalam pembelajaran. Persepsi berbeda yang diterima oleh siswa antara lain disebabkan oleh hambatan sosiokultural seperti adat kebiasaan, kepercayaan, nilai yang berlaku, dan norma. Sebagai contoh adalah warna merah berarti berani bagi bangsa Indonesia namun akan berbeda bagi bangsa China yaitu warna keberuntungan.
Berdasarkan fungsi-fungsi media tersebut di atas media video pembelajaran dikembangkan sesuai dengan karakteristik materi yang ingin disampaikan. Media video pembelajaran memperbanyak tanaman dengan sambung pucuk didesain untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran dengan memperhatikan berbagai fungsi media antara lain membangkitkan minat dan motivasi siswa, menambah pengetahuan siswa dan merupakan media untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga persepsi yang berbeda oleh siswa dapat diminimalkan.

BELAJAR DAN PROSES PEMBELAJARAN

Mayer dalam Seels dan Richey (1994:12) mengungkapkan bahwa “learning refers to the relatively permanent change in a person’s knowledge or behavior due to experience”. Dari pernyataan Mayer tersebut dapat dianalisis bahwa perubahan yang bersifat permanen dalam hal pengetahuan atau perilaku tidak berlangsung begitu saja terjadi secara otomatis atau spontan, tapi melalui sebuah proses. Proses tersebut menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:6) terjadi dalam mental siswa karena adanya dorongan baik oleh diri siswa tersebut maupun dari lingkungan siswa.
Proses belajar tersebut Dimyati dan Mudjiono (2006:42) diawali dengan adanya perhatian, motivasi, dan keaktifan. Tanpa ada perhatian dan motivasi dari dalam diri siswa,  siswa tersebut tidak akan belajar. Perhatian siswa akan muncul jika siswa merasa belajar merupakan sebagai sebuah kebutuhan. Dalam mengkonstruk pengetahuan siswa harus aktif baik secara fisik maupun psikis sehingga keaktifan tersebut diarahkan kepada proses pengalaman. Ditambahkan oleh Sagala (2010:54) selain prinsip-prinsip belajar tersebut di atas, yang tak kalah pentingnya adalah prinsip kesiapan dari Thorndike yang dikenal dengan Law of Readiness yang menyatakan bahwa belajar akan terjadi jika ada kesiapan sistem syaraf. Dari dua pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip dalam belajar tidak dapat berdiri sendiri namun saling berkait sehingga proses belajar dalam diri siswa akan terjadi.
Dari prinsip-prinsip belajar yang ada, seorang guru dapat mengkondisikan supaya siswa yang semula tidak mau belajar dan tidak belajar  menjadi belajar. Di sinilah letak peran guru sebagai motivator dan fasilitator yang membangkitkan perhatian dan motivasi serta mengkondisikan siswa supaya belajar, sehingga profesionalisme guru dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran siswa. Salah satu cara untuk membangkitkan motivasi siswa adalah dengan cara mengkaitkan materi siswa dengan kehidupan sehari-hari sehingga materi pelajaran merupakan kebutuhan siswa. Winataputra dan Julaeha (2002:5) menambahkan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran siswa dapat dibantu oleh guru melalui serangkaian kegiatan yang dirancang  untuk mendukung proses belajar, sehingga dalam belajar guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar.
Dalam membelajarkan siswa, guru dapat menggunakan berbagai cara atau strategi sehingga terjadi perubahan perilaku siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, dan dari yang tidak terampil menjadi terampil. Dick dan Carey (1985:136) menjelaskan bahwa strategi adalah “the general components of a set of instructional materials and the procedures that will be used with those materials to elicit particular learning outcomes form students”. Pernyatan tersebut memiliki makna bahwa strategi adalah semua komponen yang temasuk di dalamnya materi dan prosedur untuk mencapai tujuan siswa, sehingga media, sumber belajar, dan skenario belajar termasuk ke dalam strategi. Hal serupa juga disampaikan Gerlach dan Ely dalam Uno (2008:1) yang menyatakan bahwa strategi  pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan  pembelajaran dalam lingkungan tertentu yang meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar siswa. Dari dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang strategi bahwa strategi adalah segala cara yang direncanakan dan digunakan seorang guru termasuk di dalamnya tahapan dan media dalam rangka membantu membelajarkan siswa dalam mencapai tujuan belajar siswa.
Dick dan Carey (1985:2) menulis tentang arti pembelajaran yaitu “the instructional is systematic proses in which every component is crucial to successful learning”. Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa setiap komponen dalam sebuah kegiatan yang digunakan untuk mendukung proses belajar secara sistematis diartikan dengan pembelajaran. Pengertian lain tentang pembelajaran disampaikan oleh Uno (2009:84) yang menuliskan bahwa pembelajaran adalah  perencanaan atau desain sebagai upaya untuk membelajarkan siswa, sehingga siswa berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar dan berinteraksi dengan seluruh sumber belajar untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Karena perencanaan merupakan sebuah proses sistematis dari analisis kebutuhan hingga pelaksanaan analisis hasil belajar,  pembelajaran dari dua pengertian tersebut adalah sebuah proses sistematis yang direncanakan oleh seorang guru dalam rangka membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar dan diimplementasikan dengan cara berinteraksi dengan semua sumber belajar.
Pemilihan strategi dalam pembelajaran oleh guru sangat menentukan proses yang terjadi dalam keaktifan siswa. Karena belajar merupakan perubahan perilaku, maka belajar bukanlah hanya duduk dalam ruangan kelas-kelas pasif dan hanya menerima informasi dari guru melainkan terlibat aktif dalam pengalaman yang relevan dan berdialog, berpartisipasi dan terlibat aktif sehingga bermakna bagi siswa (Arends, 2009:12). Pemikiran tersebut diselaraskan oleh Suparlan (2009:70) yang menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran di dalam kelas diikuti oleh aktivitas baik fisik maupun mental oleh siswa dengan cara mengajukan pertanyaan, mengemukakan gagasan, dan mencari data dan informasi yang dibutuhkan oleh siswa dalam pemecahan masalah. Pembelajaran yang efektif di kelas ditandai dengan pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa.
Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa kelas tersebut adalah milik siswa dengan siswa sebagai aktor atau subjek dalam pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran berpusat pada siswa.  Pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Arends (2009:2) menyebabkan pergeseran peran guru dari aktif menggunakan prosedur-prosedur untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan menjadi guru yang berperan dalam membangun kondisi siswa belajar seperti melibatkan siswa dalam perencanaan, mendorong siswa mengemukakan  dan menerima pendapat.
                Keaktifan siswa tentu harus didukung oleh kemampuan guru dalam mendesain, mengatur  kelas, melaksanakan dan melakukan penilaian. Strategi yang merangsang keaktifan siswa di kelas diikuti pula dengan keaktifan di luar kelas bahkan sampai di rumah. Dalam mewujudkan hal ini guru harus bisa memotivasi siswa hingga siswa akan melatih kembali keterampilan yang diperoleh di rumah, dengan melaksanakan proses belajar mengajar secara kreatif sehingga materi biasa menjadi menarik dan memberi kesan luar biasa di depan siswa. Jika guru sukses dalam melakukan ini tujuan pembelajaran akan lebih mudah dicapai oleh siswa.

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO


Prinsip-prinsip multimedia dalam pengembangan media video yaitu prinsip reducing extraneous processing, managing essential prosessing, dan fostering generative processing (Mayer, 2009).
Prinsip reducing extraneous processing memiliki makna bahwa pengembangan media video harus mengurangi atau membuang gambar, narasi, maupun musik yang tidak mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Prinsip reducing extrneous  terdiri dari lima prinsip yaitu prinsip koheren, prinsip signal, prinsip redudansi, prinsip kontiguiti, dan prinsip temporal. Prinsip koheren dalam pembelajaran multimudia adalah bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik ketika menerima kata-kata, gambar, dan suara yang mendukung pencapaian tujuan belajar. Dari prinsip tersebut dapat dimaknai bahwa media video harus berisi materi dalam bentuk kata, gambar, dan suara yang mendukung tercapai tujuan pembelajaran, sedangkan kata, gambar, dan suara yang tidak mendukung tidak perlu ditayangkan.
Prinsip signal menyebutkan bahwa siswa akan belajar lebih baik ketika ada isyarat pengorganisasian inti materi. Ketika materi diorganisasikan menggunakan isyarat seperti caption yang disertai dengan gambar dan penjelasan singkat, akan tergambar dalam benak siswa keterampilan apa yang akan dikuasai. Di dalam pengantar video pembelajaran disampaikan keterampilan dasar (KD) yang akan dipelajari siswa. Prinsip redudansi menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik dari grafik dan narasi  dibandingkan dari grafik, narasi dan teks. Prinsip ini dalam pengembangan media video menghendaki adanya tayangan berupa gambar dan narasi misalnya model sedang memotong batang bawah dengan narasi tanpa disertai teks, hal ini berkaitan dengan perhatian siswa tidak terfokus pada gambar, melainkan akan terbagi dua dengan teks yang ditayangkan.
Prinsip kontiguiti menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik ketika kata dan gambar disajikan dengan berdekatan. Siswa akan mengalami kesulitan jika gambar ditampilkan terlebih dahulu sedangkan teks menyusul, sehingga dibutuhkan waktu beberapa saat untuk mengingat tayangan yang sudah berlalu. Sedangkan prinsip temporal menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika kata dan gambar disajikan secara simultan jika dibandingkan secara berurutan. Media video pembelajaran terdiri dari unsur gambar bergerak dan suara sebagai penguat gambar harus ditayangkan secara bersamaan dan tidak boleh bergantian atau berurutan karena informasi yang diterima oleh indera pengelihatan seyogyanya sesuai dengan informasi yang diterima oleh indera pendengaran sehingga terjadi penguatan informasi.
Prinsip managing essential proscessing terdiri dari tiga prinsip yaitu prinsip segmentasi, prinsip prabelajar, dan prinsip modalitas. Prinsip segmentasi menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika materi pembelajaran menggunakan multimedia ditayangkan dalam beberapa segmen. Pembelajaran sambung pucuk dalam tayangannya dibagi ke dalam tiga bagian atau segmen yaitu pengantar, inti pesan, dan penutup. Pesan pembelajaran dibagi ke dalam lima segmen yaitu lima keterampilan dasar antara lain menyediakan sungkup komunal, menyiapkan batang bawah, menyiapkan entres, menyambung, dan memelihara hasil sambung pucuk. Setiap KD disampaikan dalam satu pertemuan di kelas untuk dilakukan diskusi dan beberapa kali dilakukan kegiatan praktik. Segmentasi media video dimaksudkan untuk melatih penguasaan keterampilan-keterampilan secara berurutan, sehingga standar kompetensi diperoleh siswa bertahap.
                Prinsip prapembelajaran menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik melalui multimedia jika siswa diberitahu nama dan karakteristik pesan pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami dan mengembangkan materi yang akan dipelajari secara mental.  Dalam pengantar tayangan video pembelajaran presenter menyampaikan tujuan program lengkap dengan tayangan awal yang menggambarkan pesan atau materi yang akan disampaikan setiap KD, sehingga dengan melihat tayangan awal tersebut dalam benak siswa akan tergambar keterampilan yang akan dikuasai dan menarik minat siswa untuk mengikuti tayangan video hingga selesai.
                Prinsip modalitas dalam pembelajaran multimedia media adalah bahwa siswa akan belajar lebih baik jika gambar diiringi dengan kata-kata yang diucapkan dari pada ditampilkan dalam bentuk teks. Gambar dan teks yang dilihat oleh indera pengelihatan akan memasuki sistem kognitif siswa sehingga memecah perhatian siswa. Berbeda halnya jika siswa melihat gambar disertai dengan narasi akan memperkuat pemahaman karena siswa akan sepenuhnya menyimak gambar secara visual yang diperkuat oleh narasi secara audio.
Prinsip fostering generative processing  terdiri dari prinsip multimedia, prinsip personalisasi, prinsip suara, dan prinsip image. Prinsip multimedia menyebutkan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika menyimak kata-kata (words) secara bersamaan dengan gambar jika dibandingkan kata-kata disajikan secara tersendiri.  Ketika menyimak gambar dan narasi secara bersamaan, siswa memiliki kesempatan untuk membangun model mental secara visual dan verbal serta membuat koneksi di antara keduanya. Dalam media video pembelajaran setiap gambar yang ditayangkan diiringi oleh narasi sebagai penjelas, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari materi video secara visual dan verbal serta menghubungkan materi visual dan verbal tersebut untuk disimpan ke dalam memori jangka panjang.
Prinsip personalisasi menyebutkan bahwa siswa akan belajar lebih baik jika materi pembelajaran ditayangkan menggunakan kata-kata dalam bentuk narasi percakapan sehari-hari dibandingkan menggunakan gaya formal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pengembang untuk meramu kata-kata yang menyebabkan siswa merasa terlibat dalam pembelajaran, sehingga menumbuhkan minat siswa untuk menyimak media video hingga selesai. Presenter dalam media video pembelajaran menyebutkan dan mengajak siswa untuk menyimak pembelajaran sehingga siswa merasa menjadi bagian dari orang yang dimaksud dan diajak bicara oleh narator dalam media video.

Siswa akan belajar lebih baik jika narasi disampaikan oleh orang yang sudah dikenal jika dibandingkan menggunakan suara mesin. Presenter dan narator yang sudah dikenal dengan baik oleh siswa dalam sebuah tayangan video tentu memiliki beberapa kelebihan misalnya dialek sehingga pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami. Pengem-bangan media video pembelajaran sambung pucuk akan digunakan presenter dan narator dari guru sehingga siswa sudah mengenal guru tersebut dengan baik sehingga diharapkan siswa akan belajar dengan lebih baik jika dibandingkan menggunakan presenter dan narator orang yang belum dikenal oleh siswa.
Siswa tidak akan belajar lebih baik jika guru menambahkan komentar terhadap tayangan video. Hal ini terjadi karena perhatian siswa akan terpecah antara perhatian pada tayangan dan perhatian pada guru. Komentar guru terhadap tayangan video akan menjadi hal yang bertentangan dengan prinsip reduksi yaitu merupakan hal-hal yang tidak sesuai dan tidak mendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan media video dengan teori dasar konstruktivisme, guru merupakan fasilitator sehingga guru hanya menyampaikan pesan pembelajaran melalui tayangan media video dan bukan membuat komentar yang dapat mengganggu perhatian siswa.

MODEL PEMBELAJARAN: DEFINISI DAN KOMPONEN


Model pembelajaran menurut Reigeluth (1983:21) merupakan komponen-komponen strategis pembelajaran yang terintegrasi, termasuk didalamnya antara lain ide/gagasan pembelajaran yang dirangkaikan dengan cara tertentu, penggunaan tinjauan umum dan rangkuman-rangkumannya, penggunaan contoh, latihan, dan penggunaan berbagai strategi untuk memotivasi siswa. Model pembelajaran diumpamakan sebagai blue print seorang arsitek yang  menunjukkan berbagai aspek yang harus ada pada sebuah bangunan.  Sehingga model pembelajaran memberikan petunjuk bagaimana suatu pembelajaran dibawah kondisi tertentu dangan tujuan tertentu dilakukan. Dari pernyataan ini, dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang dirancang menggunakan sebuah model, tentu telah tergambar aspek-aspek yang ada dalam pembelajaran seperti pemberian motivasi, langkah-langkah pembelajaran hingga penilaian pembelajaran oleh seorang desainer.
            Istilah model juga dijelaskan oleh Joyce dan Weil dalam Winataputra (2001) yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar  untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran  dan guru dalam merencanakan  dan melaksanakan pembelajaran.  Model pembelajaran terdiri dari komponen sintakmatik (tahapan), sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung dan dampak pembelajaran yaitu dampak instruksional dan dampak pengiring.
Kedudukan model pembelajaran dalam desain pembelajaran Dick and Carey (1985) tidak disebutkan secara langsung namun terletak dalam langkah ke-6 yaitu Pengembangan Strategi Pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri dari seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga model merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri dari lima komponen utama yaitu kegiatan pendahuluan, penyampaian informasi, partisipasi peserta didik, tes dan kegiatan tindak lanjut.
           

Jumat, 23 Desember 2011

TEORI MOTIVASI DAN PENERAPANNYA DALAM BELAJAR


 
1. Teori Dorongan
                Teori ini menyatakan bahwa tingah laku seorang siswa didorong ke suatu tujuan  karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan inilah yang menyebabkan adanya dorongan dari dalam yang mendorong  seseorang  untuk melakukan  sesuatu yang  menuju  ke arah tercapainya suatu tujuan dan dorongan tersebut akan menurun intensitasnya jika tujuan sudah tercapai, misalnya motif biologis seperti lapar, haus, dan seks.

2. Teori Insentif
Teori ini menyatakan bahwa suatu karakteristik tertentu  dapat menyebabkan  terjadinya  tingkah laku ke arah tujuan (insentif). Insentif yang positif merupakan tujuan yang diharapkan misalnya bonus,  upah, gaji dan menghindari insentif yang negatif.

3. Teori Motivasi Berprestasi
                Motivasi seseorang  muncul karena adanya kebutuhan berprestasi antara lain harapan  untuk  melakukan tugas dengan  berhasil, persepsi tentang nilai tugas dan kebutuhan untuk keberhasilan. Kebutuhan berprestasi tersebut bersifat instrinsik dan relatif stabil. Orang yang mempunyai motivasi untuk berprestasi (n-ach) tinggi ingin menyelesaikan  tugas dan meningkatkan  penampilan mereka yang berorientasi pada masalah yang dapat memberi tantangan dan menghendaki umpan balik.
Siswa dengan n-ach tinggi cenderung  bersifat realistis, cenderung ingin melaksanakan tugas dengan tantangan yang sedang dan tidak mau melaksanakan tugas yang mudah. Jika siswa  tersebut berhasil melaksanakan tugas cenderung akan  meningkatkan aspirasinya untuk meningkat ke arah tugas yang lebih sulit.
 
4. Teori Motivasi Kompetensi
                Teori ini menyatakan bahwa setiap manusia  mempunyai  keinginan untuk  menunjukkan  kompetensi dengan menaklukkan lingkungannya. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan  untuk  mengevaluasi  diri sehubungan dengan  pelaksanaan tugas  tersebut, nilai tugas siswa,  harapan untuk tugas dalam  tugas,  patokan keberhasilan tugas, locus of control,  dan penguatan diri.
Guru dapat meningkatkan  motivasi siswa dengan menerapkan pendekatan internal  sehingga kerja siswa dapat berubah sehingga siswa dapat mengontrol prestasi siswa. Siswa dapat mengontrol  prestasi siswa antara lain dengan  mengevaluasi  diri sehubungan dengan  tugas,  menyusun kontrol guru-siswa terhadap tugas, tanggung jawab dan tugas,  harapan-harapan positif untuk berhasil  dan umpan balik atas penyelesaian tugas.

5. Teori Motivasi Kebutuhan Maslow
1.       Kebutuhan fisiologis
Untuk membangkitkan motivasi siswa, guru harus memperhatikan kebutuhan fisik misalnya kondisi ruang belajar yang nyaman, terang, rapi, dan kesehatan siswa. Kondisi fisik ini akan berpengaruh terhadap dorongan untuk belajar. Bagaimana motivasi belajar siswa akan muncul jika ruang belajar gelap, bangku berantakan, siswa belum sarapan dan siswa sakit. Tentu saja kondisi seperti ini akan mengganggu konsentrasi belajar siswa secara individu maupun secara keseluruhan.
2.       Kebutuhan akan rasa aman
Setelah kebutuhan fisik, kemudian motivasi siswa akan tumbuh dengan baik jika siswa merasa aman dari er untuk berada dalam situasi  yang dapat dikendalikan. Sebagai contoh siswa akan merasa cemas dan gelisah pada saat akan tampil berpidato karena takut akan ditertawakan oleh teman-temannya jika terjadi kesalahan. Guru dalam masalah ini bisa memberi motivasi dengan cara memberikan penjelasan tujuan yang akan dicapai sebelum siswa memulai kegiatan tersebut sehingga diharapkan dapat mengurangi kecemasan siswa.
3.       Kebutuhan menjadi  bagian suatu kelompok
Setiap siswa sebagaimana manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk hidup berkelompok saling menerima dan memberi perhatian. Untuk membangkitkan motivasi belajar, guru dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan seluruh siswa dengan cara menunjukkan perhatian dan keramahan  kepada siswa.
4.       Kebutuhan dihargai
Siswa juga ingin dihargai karena kemampuan menerima sebuah pelajaran. Dalam hal ini guru dapat memberikan umpan balik, sehingga siswa dapat menilai kemampuannya. Bagi siswa yang sudah kompeten harus diberi penghargaan (rewards), sehingga dia merasa dihargai dan termotivasi untuk terus mengikuti pelajaran sampai tercapai tujuan pembelajaran.
5.       Kebutuhan aktualisasi diri
Motivasi akan aktualisasi diri lebih bersifat instrinsik., misalnya rasa suka akan hal-hal yang berhubungan dengan teknologi dirgantara.  Motivasi ini  terlihat dari sikap siswa  yang menyukai bacaan yang berhubungan dengan kedirgantaraan tanpa adanya dorongan orang lain. Untuk siswa seperti ini guru perlu memberi motivasi dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih hal-hal yang baru tersebut dan kegiatan  yang digunakan untuk mempelajarinya.

6. Menggunakan Model ARCS dalam pembelajaran
Keller (1987) mengemukakan empat indikator dalam pembelajaran yang mempengaruhi motivasi siswa yaitu
  1. Attention (Perhatian)
Tidak siswa di kelas yang ingin belajar mempunyai perhatian terhadap materi yang akan disampaikan oleh guru. Guru sebelum memulai pelajaran sebaiknya memberikan apersepsi terlebih dahulu, dengan cara memancing rasa ingin tahu siswa dan mempertahankannya sampai tujuan pembelajaran tercapai.
Diharapkan jika perhatian siswa terhadap pelajaran sudah tumbuh, maka siswa akan termotivasi untuk mengikuti pelajaran dengan baik.
  1. Relevance (Relevansi)
Untuk menumbuhkan  motivasi yang berhubungan dengan relevansi, guru  dituntut  dapat menyampaikan materi pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan, minat dan motif belajar siswa.
Misalnya guru dapat menguraikan materi  pembelajaran matematika menyesuaikan dengan kemampuan sebelumnya , menyampaikan materi dengan strategi yang mudah dimengerti siswa, dan memberikan latihan yang sesuai dengan kemampuan siswa.
  1. Confidence (Rasa percaya diri)
Dalam hal ini Guru dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan cara membantu siswa mengembangkan  harapan keberhasilan dalam pembelajaran. Misalnya Guru menjelaskan  kepada siswa kriteria hasil belajar, memberi tantangan dan kesempatan  untuk berhasil dan membuat  hubungan antara keberhasilan belajar dengan usaha siswa kemudian memberi penghargaan  atas kerja siswa.
  1. Satisfaction (Kepuasan)
Keberhasilan seorang siswa dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan sehingga ia termotivasi untuk berusaha  mencapai tujuan serupa. Misalnya siswa akan merasa puas jika dia dapat mengerjakan soal matematika dengan benar. Guru dapat membantu mempertahankan dan meningkatkan siswa tersebut dengan cara memberi reinforcement atau penguatan.

Daftar Pustaka
Suciati. 2003. Belajar dan Pembelajaran (Modul Belajar). Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas terbuka

Suciati dan Irawan. 2001. Teori  Belajar dan Motivasi. Jakarta: Proyek Pengembangan  Universitas terbuka. Dirjen Dikti. Departemen Pendidikan Nasional

Sukamto, T. Dan Winataputra, US. 1996. Teori Belajardan Model-Odel Pembelajaran. Jakarta: Penigkatan dan Pengembangan aktivitas instruksional Diektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.