Sabtu, 24 Desember 2011

BELAJAR DAN PROSES PEMBELAJARAN

Mayer dalam Seels dan Richey (1994:12) mengungkapkan bahwa “learning refers to the relatively permanent change in a person’s knowledge or behavior due to experience”. Dari pernyataan Mayer tersebut dapat dianalisis bahwa perubahan yang bersifat permanen dalam hal pengetahuan atau perilaku tidak berlangsung begitu saja terjadi secara otomatis atau spontan, tapi melalui sebuah proses. Proses tersebut menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:6) terjadi dalam mental siswa karena adanya dorongan baik oleh diri siswa tersebut maupun dari lingkungan siswa.
Proses belajar tersebut Dimyati dan Mudjiono (2006:42) diawali dengan adanya perhatian, motivasi, dan keaktifan. Tanpa ada perhatian dan motivasi dari dalam diri siswa,  siswa tersebut tidak akan belajar. Perhatian siswa akan muncul jika siswa merasa belajar merupakan sebagai sebuah kebutuhan. Dalam mengkonstruk pengetahuan siswa harus aktif baik secara fisik maupun psikis sehingga keaktifan tersebut diarahkan kepada proses pengalaman. Ditambahkan oleh Sagala (2010:54) selain prinsip-prinsip belajar tersebut di atas, yang tak kalah pentingnya adalah prinsip kesiapan dari Thorndike yang dikenal dengan Law of Readiness yang menyatakan bahwa belajar akan terjadi jika ada kesiapan sistem syaraf. Dari dua pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip dalam belajar tidak dapat berdiri sendiri namun saling berkait sehingga proses belajar dalam diri siswa akan terjadi.
Dari prinsip-prinsip belajar yang ada, seorang guru dapat mengkondisikan supaya siswa yang semula tidak mau belajar dan tidak belajar  menjadi belajar. Di sinilah letak peran guru sebagai motivator dan fasilitator yang membangkitkan perhatian dan motivasi serta mengkondisikan siswa supaya belajar, sehingga profesionalisme guru dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran siswa. Salah satu cara untuk membangkitkan motivasi siswa adalah dengan cara mengkaitkan materi siswa dengan kehidupan sehari-hari sehingga materi pelajaran merupakan kebutuhan siswa. Winataputra dan Julaeha (2002:5) menambahkan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran siswa dapat dibantu oleh guru melalui serangkaian kegiatan yang dirancang  untuk mendukung proses belajar, sehingga dalam belajar guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar.
Dalam membelajarkan siswa, guru dapat menggunakan berbagai cara atau strategi sehingga terjadi perubahan perilaku siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, dan dari yang tidak terampil menjadi terampil. Dick dan Carey (1985:136) menjelaskan bahwa strategi adalah “the general components of a set of instructional materials and the procedures that will be used with those materials to elicit particular learning outcomes form students”. Pernyatan tersebut memiliki makna bahwa strategi adalah semua komponen yang temasuk di dalamnya materi dan prosedur untuk mencapai tujuan siswa, sehingga media, sumber belajar, dan skenario belajar termasuk ke dalam strategi. Hal serupa juga disampaikan Gerlach dan Ely dalam Uno (2008:1) yang menyatakan bahwa strategi  pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan  pembelajaran dalam lingkungan tertentu yang meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar siswa. Dari dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang strategi bahwa strategi adalah segala cara yang direncanakan dan digunakan seorang guru termasuk di dalamnya tahapan dan media dalam rangka membantu membelajarkan siswa dalam mencapai tujuan belajar siswa.
Dick dan Carey (1985:2) menulis tentang arti pembelajaran yaitu “the instructional is systematic proses in which every component is crucial to successful learning”. Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa setiap komponen dalam sebuah kegiatan yang digunakan untuk mendukung proses belajar secara sistematis diartikan dengan pembelajaran. Pengertian lain tentang pembelajaran disampaikan oleh Uno (2009:84) yang menuliskan bahwa pembelajaran adalah  perencanaan atau desain sebagai upaya untuk membelajarkan siswa, sehingga siswa berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar dan berinteraksi dengan seluruh sumber belajar untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Karena perencanaan merupakan sebuah proses sistematis dari analisis kebutuhan hingga pelaksanaan analisis hasil belajar,  pembelajaran dari dua pengertian tersebut adalah sebuah proses sistematis yang direncanakan oleh seorang guru dalam rangka membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar dan diimplementasikan dengan cara berinteraksi dengan semua sumber belajar.
Pemilihan strategi dalam pembelajaran oleh guru sangat menentukan proses yang terjadi dalam keaktifan siswa. Karena belajar merupakan perubahan perilaku, maka belajar bukanlah hanya duduk dalam ruangan kelas-kelas pasif dan hanya menerima informasi dari guru melainkan terlibat aktif dalam pengalaman yang relevan dan berdialog, berpartisipasi dan terlibat aktif sehingga bermakna bagi siswa (Arends, 2009:12). Pemikiran tersebut diselaraskan oleh Suparlan (2009:70) yang menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran di dalam kelas diikuti oleh aktivitas baik fisik maupun mental oleh siswa dengan cara mengajukan pertanyaan, mengemukakan gagasan, dan mencari data dan informasi yang dibutuhkan oleh siswa dalam pemecahan masalah. Pembelajaran yang efektif di kelas ditandai dengan pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa.
Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa kelas tersebut adalah milik siswa dengan siswa sebagai aktor atau subjek dalam pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran berpusat pada siswa.  Pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Arends (2009:2) menyebabkan pergeseran peran guru dari aktif menggunakan prosedur-prosedur untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan menjadi guru yang berperan dalam membangun kondisi siswa belajar seperti melibatkan siswa dalam perencanaan, mendorong siswa mengemukakan  dan menerima pendapat.
                Keaktifan siswa tentu harus didukung oleh kemampuan guru dalam mendesain, mengatur  kelas, melaksanakan dan melakukan penilaian. Strategi yang merangsang keaktifan siswa di kelas diikuti pula dengan keaktifan di luar kelas bahkan sampai di rumah. Dalam mewujudkan hal ini guru harus bisa memotivasi siswa hingga siswa akan melatih kembali keterampilan yang diperoleh di rumah, dengan melaksanakan proses belajar mengajar secara kreatif sehingga materi biasa menjadi menarik dan memberi kesan luar biasa di depan siswa. Jika guru sukses dalam melakukan ini tujuan pembelajaran akan lebih mudah dicapai oleh siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon agar setiap pengunjung memberi komentar atas konten terkait, di tunggu ya trims